

CLS Knights belum pernah merasakan atmosfer partai puncak kompetisi basket tertinggi Tanah Air, bahkan sejak pertama kali digelar dengan nama Kobatama pada 1982.
Tanda-tanda kemenangan CLS Knights mulai terlihat di kuarter pertama ketika Pelita Jaya bermain sangat buruk dengan persentase field goal yang hanya 20 persen.
Sebaliknya,  para pemain CLS Knights rata-rata membukukan field goal 50 dan 100  persen. Secara keseluruhan, Field goal CLS Knights mencapai 69 persen  dan tim kebanggaan Surabaya ini menutup kuarter pertama dengan skor  23-13.
Dua tembakan three point dan satu lagi di kuarter kedua  menjadikan Sandy sebagai pemain paling berbahaya pada laga ini. Hingga  akhir kuarter kedua, Sandy membukukan 13 poin, sementara para pemain  Pelita Jaya tak ada yang mampu mencetak poin di atas empat angka.
Pertahanan  rapat CLS Knights yang menekan Pelita Jaya dari daerah pertahanan  mereka benar-benar membuat Kelly Purwanto dan kawan-kawan tidak mampu  mengembangkan permainan. Hal ini juga ditambah dengan masih buruknya  field goal yang hanya 24 persen. Pelita Jaya hanya mampu mencetak 12  angka di kuarter kedua dan semakin tertinggal hingga 16 angka di akhir  kuarter kedua.
Puncak buruknya performa Pelita Jaya terjadi di  kuarter ketiga ketika tim ini hanya mampu mencetak lima angka. Pelita  Jaya melakukan tujuh kali turn over yang beberapa di antaranya  dikonversi menjadi lima poin oleh CLS Knights. CLS melesat hingga  memimpin dengan selisih 30 angka di detik-detik akhir kuarter ketiga  sebelum Pelita Jaya berhasil memperpendek jarak menjadi 30-58.
Pelita  Jaya tampaknya membutuhkan keajaiban untuk mampu membalikan keadaan di  mana mereka membutuhkan 28 poin minimal untuk mampu menyamakan kedudukan  dengan CLS Knights. Hal tersebut hampir terjadi ketika  tembakan-tembakan Ary Chandra mulai menemukan jalan mulus ke arah ring  CLS Knights.
Ary Chandra mencetak enam poin dan Pelita Jaya  berlari dengan selisih 14-0 di lima menit awal kuarter empat. Keajaiban  bagi Pelita Jaya nampak di depan mata sebelum Febri Utomo kembali  menutupnya dengan memasukan sebuah tembakan tiga angka dari posisi  sulit, ketika batas waktu 24 detik mulai berbunyi. CLS Knights berhasil  mempertahankan keunggulan meskipun Dimaz Muharri harus keluar lapangan  setelah melakukan lima foul.
Hasil ini semakin membuktikan  bagaimana semangat para pemain muda yang bekerja sama sebagai tim dengan  sebuah sistem bertahan yang solid mampu mengalahkan salah satu kandidat  juara yang sangat diunggulkan.
”Karena kami sudah pasti bisa  masuk final, maka tentunya target kami berikut adalah menjadi juara.  Kami optimistis akan hal tersebut karena tim kami cukup disiplin dalam  bertahan. Kami sangat menghargai kekompakan tim sehingga pergantian  peran dalam pertandingan bisa lancar dilakukan," kata asisten pelatih  CLS Knights, Risdianto.
No comments:
Post a Comment